Senin, 07 Januari 2013

Etika lingkungan adalah suatu sikap dan perilaku seseorang atau badan usaha atau program kegiatan yang dilandasi oleh moral yang penuh tanggung jawab dengan penuh kesadaran memperhatikan kepentingan sekarang dan masa depan. Menghargai dan memelihara komunitas kehidupan berdasarkan etika yang didasarkan pada prinsip saling memelihara yang merupakan pemikiran bagi pembangunan berkelanjutan.
Ibn Tufail, seorang filsuf Islam yang lahir tahun 500H/1106M mempunyai pandangan yang khas tentang akhlak dan alam. Menurut beliau, segala wujud yang ada di alam ini, seperti tumbuhan dan hewan mempunyai tujuan tertentu.
Seperti buah misalnya, ia keluar dari bunga, kemudian menjadi masak dan ranum. Bijinya jatuh di tanah dan kemudian tumbuh lagi menjadi pohon. Apabila ada orang yang memetik buah itu sebelum mencapai pertumbuhannya yang lengkap, maka perbuatannya patut dicela dan tidak bermoral, karena merintangi pertumbuhan buah tadi dalam mencapai tujuannya yang alami, sehingga bisa berakibat kelompok tumbuhan yang memiliki buah itu akan punah.
Orang memakan buah yang sudah masak tetapi kemudian membuang bijinya ke dalam laut, ke atas batu atau ke tempat-tempat lain yang tidak memungkinkan pertumbuhan biji, ia juga telah bertindak biadab, karena telah merintangi hak pertumbuhan biji. Dengan demikian, ia telah mengurangi peluang bagi jenis tumbuhan itu untuk dapat mengalihkan keturunannya secara lestari dalam alam ini.
Selanjutnya Ibn Tufail mengatakan, orang tidak boleh memakan habis tumbuhan dan hewan yang langka karena hal ini berarti memusnahkan jenis makhluk hidup itu untuk selama-lamanya.
Akhlak yang terpuji bagi manusia sebagai anggota kehidupan di alam ini, menurut Ibn Tufail, ialah usahanya yang terus-menerus melestarikan alam sekitarnya.
Mari kita simak hadits berikut:
Dari Ibn Amr, “Orang yang mengasihi makhluk, mereka akan dikasihi oleh Allah yang Maha Rahman. Oleh karena itu, sayangilah siapa yang di bumi ini, agar kamu disayangi oleh siapa yang ada di langit.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tarmidzi dan Hakim).
Dari Abu Hurairah, “Seorang perempuan masuk ke dalam neraka disebabkan seekor kucing yang diikatnya, tiada diberikan makan dan tiada pula dilepaskannya untuk mencari makan sendiri dari binatang-binatang di bumi sehingga dengan sebab itu kucing itu mati.”
Rasulullah SAW telah meletakkan dasar-dasar prinsip hidup, yaitu keseimbangan antara jasmani dan ruhani, antara kehidupan fisik materi dan mental spiritual, antara kehidupan individu dan masyarakat, dan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi.
Keseimbangan hidup pada dasarnya meliputi: hubungan dengan Allah (Hablun Minallah), hubungan sesama manusia (Hablun Minannas) dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya.  Yang menjadi dasar ketiga hubungan itu adalah mahabbah atau cinta. Cinta kepada Allah, cinta kepada Rasul, cinta kepada sesama manusia dan cinta kepada alam lingkungan.
Cinta kepada alam lingkungan adalah dalam arti tidak membuat kerusakan di bumi. Perhatikan lebah!
68. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”,
69. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. An Nahl [16]: 68-69)
Pelajaran dari lebah:
  1. Lebah adalah makhluk yang apik. Mereka makan dan minum yang baik-baik, yaitu sari bunga dan buah-buahan.
  2. Lebah adalah juga makhluk yang produktif, memproduksi madu, hasilnya diperuntukkan bagi kepentingan ummat manusia.
  3. Lebah tidak merusak lingkungan.
Dalam salah satu hadits diungkapkan, bahwa seseorang memberi minum anjing yang kehausan di panas terik matahari. Maka berkatalah Rasulullah, “Allah bersyukur kepada perbuatan laki-laki tersebut, sehingga Allah mengampuni dosa laki-laki tersebut.” Dan ketika sahabat bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah. Apakah kita mendapat pahala juga karena perbuatan baik terhadap binatang?” Dengan tegas Nabi membenarkannya.
Hakikat pokok dalam pengembangan lingkungan hidup adalah terpeliharanya keseimbangan lingkungan hidup dan keseimbangan lingkungan sosial. Ini bisa dicapai, jika akal dan nafsu kita terkendali serta mengindahkan asas keseimbangan dan terhindar dari sikap merusak.
Hadits Nabi:
“Tidak seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu adalah sedekah baginya.”
Nah, marilah kita berlomba-lomba menghijaukan lingkungan hidup kita dengan menanami halaman rumah dan tempat kerja kita dengan tanaman-tanaman yang bermanfaat. Semoga semua itu bernilai sedekah yang terus mengalir pahalanya untuk kita. Amin.