Untukmu Saudariku..
Kubuka lembaran pagi dengan
menyebut asma-Mu Yang Maha Tinggi. Ku coba meniti hari dengan kesucian hati,
meski sungguh selaksa dosa masih melekat di jiwa. Kucoba merenda masa depan
dengan benang harapan dan jarum ketulusan. Meski kadang perih menusuk,
perjuangan ini harus tetap berlanjut.
Terbentang di depan mata
padang ujian kehidupan, luas…, seolah tanpa batas, namun fana seumur akal yang
sempit. Ia tak dapat diarungi oleh jiwa-jiwa yang kerdil iman, karena panasnya
nafsu telah menyeretnya ke lembah-lembah oase fatamorgana. Namun, hati yang
bertabur syukur, penuh kerinduan kepada Rabbnya, berhiaskan cahaya iman akan
menuntunnya menuju negeri akhir kebahagiaan.
Wahai saudariku kaum
muslimah, engkau laksana pilar kebijaksanaan. Di tanganmulah kelak tumbuh
generasi-generasi yang tangguh. Di pundakmu ada amanah besar, bersamanya
tersimpan berjuta asa, penentu arah sebuah generasi menuju kejayaan umat.
Wahai kaum muslimah, engkaulah calon-calon ibu masa depan. Ada ketegaran di balik kelembutanmu. Tersimpan jiwa ksatria di balik lemah tubuhmu. Sungguh Islam telah memuliakanmu. Dengan indah, Rasulullah menggambarkan betapa agung engkau wahai ibu… Ketika suatu saat salah seorang sahabat Beliau bertanya tentang target bakti paling tinggi (Setelah Allah dan Rasul-Nya)? Lantas beliau menjawab “Ibumu,” lalu kepada siapa lagi? “Ibumu”, kemudian? “Ibumu”, kemudian? “Ayahmu”.
Begitulah Islam telah menempatkanmu pada kedudukan yang mulia, di saat dalam agama dan bangsa lain engkau dihina dan direndahkan.
Saudariku! Hidup ini bukan
tanpa makna dan tujuan. Sebagaimana firman Allah yang tersirat dalam Al-Qur’an
Al-Karim, bahwa tujuan dari penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah
kepada Allah.
Dikatakan juga oleh Imam
Hasan Al-Bashri, bahwa hidup ini adalah perjuangan. Hidup takkan berarti tanpa
perjuangan, perjuangan takkan berarti tanpa pengorbanan, pengorbanan takkan
berarti tanpa kesabaran, dan kesabaran takkan berarti tanpa keimanan.
Ketika hidup ini diuji, maka
dimulailah suatu perjuangan. Perjuangan untuk menundukkan nafsu dan angkara
yang ada dalam jiwa kita. Akan sanggupkah jiwa ini tetap kokoh dalam keimanan?
Atau justru terperosok dalam lembah keputusasaan. Tidak salah lagi, di sinilah
dituntut adanya kesabaran dan pengorbanan, yakni pengorbanan atas perasaan kita
dari nafsu atau keinginan yang tak pernah puas. Keinginan untuk terus dalam
basuhan kenikmatan, keinginan untuk terus larut dalam lautan sanjungan.
Saudariku… Berbahagialah
engkau, ketika wanita- wanita lain larut dalam kemaksiatan, berlomba meraup
kebahagiaan semu di luar sana dengan mengobral aurat mereka, engkau tetap di
rumah menjaga kesucian dirimu. Ketika wanita lain berhias dengan mode ala
Baratnya, engkau sibuk berhias mempercantik diri dengan balutan ilmu dan ketakwaan.
Saudariku Kaum Muslimah,
engkaulah madrasah awal pendidikan umat, dari rahimmu akan lahir generasi baru
yang siap memikul amanah dakwah dan menegakkan panji- panji Al-Haq, dalam
naungan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka persiapkanlah dirimu. Isilah jiwamu dengan
ruh iman, dan biarkan mutiara-mutiara berhamburan dari lisanmu yang bersih,
tertata dengan indah menjadi bingkai-bingkai pekerti yang luhur, yang
senantiasa mengingatkan umat dari kelalaian.
Saudariku… Marilah sejenak
menata diri. Menengok sekilas perjalanan para shahabiyah, yang keindahan
perjuangannya telah tertulis dengan tinta emas dalam sejarah. Seperti ibunda
Khadijah seorang isteri sekaligus partner dakwah Rasulullah . Ia tak pernah
lelah membantu dakwah Rasulullah, dengan memberikan bantuan secara moril dan
materil. Al-Khansa yang telah merelakan ke empat puteranya menjadi Jundullah,
sehingga mereka syahid dalam pertempuran membela agama Allah. Atau Sumayyah
syahidah pertama dalam Islam. Karena keteguhan iman serta kecintaannya kepada
Allah dan Rasul-Nya, ia merelakan diri dan keluarganya menerima pedihnya
siksaan kaum Quraisy, hingga menemui kesyahidan.
Ingatlah kembali… di dalam
lembaran Al-Qur’an pun Allah menyebutkan beberapa wanita mulia yang namanya
tetap harum dalam bingkai sejarah umat yang sekaligus Allah jadikan teladan
bagi kita. Seperti Asiyah, isteri yang mulia dari seorang raja yang lalim,
yakni Fir’aun. Kekuasaan dan kelaliman suaminya tidak mempengaruhi kekuatan
iman di hatinya, bahkan semakin berkilau dalam tempaan ujian.
Asiyah adalah seorang wanita
yang diuji dengan dua keadaan, antara tetap menikmati segala kemewahan yang
selama puluhan tahun telah ia reguk namun tetap dalam kekufuran ataukah
meninggalkan segala kenikmatan itu dengan menerima keimanan sebagai
penggantinya dan siap menanggung segala konsekuensi yang ia sadari akan
diterima. Ini adalah situasi yang sulit yang kebanyakan wanita pada saat ini
tidak sanggup melakukannya. Bersabar dari kemiskinan saja sudah sulit, apalagi
jika harus bersabar dari tidak menikmati kemewahan yang biasa dinikmati dan
meninggalkannya demi Allah semata.
Oleh karenanya, pilihan
Allah sangatlah tepat dengan menjadikan Asiyah sebagai tauladan bagi kita.
Karena ia lebih memilih apa yang di sisi-Nya ketika banyak para wanita pada
saat ini menanggalkan keimanannya demi mereguk kenikmatan dunia yang sesaat.
Alangkah baiknya jika kita bisa seperti Asiyah dan sering-sering memohon kepada
Allah untuk dijadikan sebagai wanita yang berharga di sisi-Nya.
Begitupun halnya dengan
ibunda Nabi Isa , Maryam. Ia seorang wanita Shalihah yang teguh menjaga
kesucian dirinya. Kehidupannya banyak dihabiskan untuk beribadah kepada
Rabb-nya. Dan masih banyak lagi kisah-kisah teladan dari para shahabiyah,
maupun generasi setelahnya, tabi’in, tabi’ut tabi’in, yang jiwanya bercahaya
dalam kilauan iman. Hingga membuat dunia berdecak kagum, mengenal keagungan
pribadi mereka.
Sekarang saudariku…, masih
adakah pribadi- pribadi para shahabiyah tersebut melekat dalam diri-diri kita?
Memang terlampau sukar untuk kita bisa menyerupai mereka. Namun sebuah usaha
untuk bisa meneladani mereka adalah bukti dari kesungguhan kita dalam meniti
kebajikan, sebagai buah dari keimanan. Dakwah kita pun dalam keluarga dan
masyarakat merupakan salah satu wujud merealisasikan keimanan.
Dakwah tidak berarti harus
selalu tampil di depan umum berceramah. Dengan selalu mendukung dan
menyemangati suami dalam berdakwah, Atau mempersiapkan anak- anak kita sebagai
tunas-tunas baru dalam dunia dakwah. Mendidik dan mengarahkan mereka hingga
benih- benih keimanan mengakar dengan kuat dalam jiwa-jiwa mereka. Ataupun
senjata kita cuma pena dan lembaran- lembaran kertas, yang mengajak umat untuk
kembali pada Al-Haq. Itu semua merupakan upaya- upaya di jalan dakwah.
Saudariku… Alangkah
bahagianya bila kita bagian dari dakwah, mengajak umat pada kebaikan. Karena
seperti yang telah dikatakan Rasulullah , bahwa satu orang yang mendapatkan
hidayah dengan perantaraan kita, maka hal itu lebih baik dari unta merah. Yang
mana unta merah merupakan binatang paling mahal dan mewah di masa Rasulullah .
Maka bersegeralah dalam kebaikan. Meski bekal yang kita punya sedikit, namun
jangan sampai menghalangi kita untuk berjuang di jalan dakwah. Karena dakwah
adalah tugas kita, sekecil apapun semoga Allah membalasnya. Bukankah pahala di
sisi Allah lebih berharga dibanding dunia dan isinya.
Seorang Muslimah yang dalam
jiwanya mengakar kuat keimanan, maka akalnya akan tajam membedakan antara
kebenaran dan kebatilan. Tempaan tarbiyah imaniyah akan mengokohkan tekadnya,
lurus tidak terpengaruh arus zaman. Ia laksana permata di antara batu-batu
sungai, kecil tersembunyi namun kilauannya dapat menyinari sekelilingnya.
Saudariku… Dengan kemampuan yang serba terbatas, marilah kita
berusaha memberikan yang terbaik bagi umat, bersama meretas sebuah masa depan.
Diiringi niat tulus dan untaian doa yang tersusun dalam bingkai keikhlasan,
Semoga Allah menjayakan umat ini dan melindunginya dari segala makar kaum
kuffar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar